Selasa, 29 Maret 2011

Artikel

Sampel Motif  Batik Jambi/ Di












Perajin Keluhkan Kenaikan Bahan Baku

Perajin batik di Kabupaten Kudus dan Rembang, Jawa Tengah, mengeluhkan kenaikan harga bahan baku batik, terutama minyak tanah, kain mori,
malam, dan gondorukem. Kenaikan harga bahan baku menyebabkan keuntungan mereka berkurang. Karena itu, perajin berharap pemerintah dapat mengendalikan harga bahan baku itu agar tidak naik terus.

Harga minyak tanah naik dari Rp 8.000 menjadi Rp 11.000-Rp 15.000 per liter. Harga malam (lilin) kelas menengah naik dari Rp 19.000 menjadi Rp 28.000 per kg. Harga gondorukem meningkat dari Rp 16.000 menjadi Rp 23.000-Rp 24.000 per kg.

”Kenaikan harga bahan baku batik terjadi terus-menerus setelah Lebaran 2010,” kata Yuli Astuti, perajin Muria Batik Kudus, Senin (28/3) di Kudus.

Yuli mengatakan, kenaikan harga itu menekan keuntungan perajin hingga 20 persen. Dalam kondisi stabil, keuntungan yang didapat rata-rata Rp 3 juta per bulan, tetapi akibat kenaikan bahan baku, keuntungan hanya Rp 2,4 juta.

”Menaikkan harga tidak mungkin dilakukan karena pembeli pasti enggan membeli. Saya berharap pembeli batik mau mengerti jika ada perajin yang menaikkan harga,” katanya.

Di Rembang, kenaikan harga bahan baku membuat perajin batik Lasem kelimpungan. Sejumlah perajin menaikkan harga Rp 5.000-Rp 10.000 per lembar, tetapi kalah bersaing dengan perajin yang tak menaikkan harga.

M Makruf, perajin Hamdana Batik Lasem, menyebutkan, para perajin yang tidak menaikkan harga biasanya mempunyai stok kain mori banyak. Mereka membuat batik dari persediaan itu sehingga berani menjual murah.

Saya berharap pemerintah mengendalikan harga bahan baku batik agar tidak terus-menerus naik. Jika hal itu dibiarkan, perajin batik semakin tertekan,” kata Makruf.

Ia menambahkan, untuk menyiasati kenaikan harga minyak tanah, perajin menggunakan gas elpiji. Beberapa di antaranya ada yang kembali ke cara lama, memakai arang atau kayu bakar untuk memanasi lilin. (Sumber Kompas Cetak)

Tidak ada komentar: